Jumat, 10 Juni 2016

MUSLIM WAJIB TAU!!! Sejarah Shalat 5 Waktu Dan Makna Yang Tersimpan Di Setiap Rakaatnya...Bantu Share Ya


Nabi Muhammad Saw merupakan nabi terakhir yang diutus oleh Allah SWT untuk membimbing manusia menuju jalan kebenaran. Tidak seperti umat nabi-nabi terdahulu, umat nabi Muhammad terlah diperintahkan untuk mengerjakan shalat 5 waktu setiap hari. Ini merupakan kelebihan dan anugerah Allah SWT terhadap umat Nabi Muhammad SAW di mana shalat tersebut akan memberikan perlindungan pada hari pembalasan kelak.

Berikut adalah ringkasan sejarah shalat 5 waktu dan makna dalam rakaatnya:

• Shalat Subuh
Manusia pertama yang mengerjakan shalt subuah ialah Nabi adam As. Yaitu ketika beliau keluar dari surga lalu diturunkan ke bumi. Perkara pertama yang di lihatnya ialah kegelapan dan beliau merasa takut yang amat sangat. Apabila  fajar subuh telah keluar , Nabi Adam sembahyang dua rakaat.

Makna rakaat dalam shalat subuh :

Rakaat pertama: Tanda bersyukur karena beliau terlepas dari kegelapan malam.
Rakaat kedua: Tanda bersyukur karena siang telah menjelma.

• Shalat Dhuhur
Manusia pertama yang mengerjakan shalt dhuhur ialah Nabi Ibrahim As. Yaitu tatkala Allah SWT telah memerintahkan padanya agar menyembelih anaknya Nabi Ismail As. Seruan itu datang pada waktu tergelincirnya matahari, lalu sujudlah Nabi Ibrahim sebanyak empak kali

Makna rakaat dalam shalat dhuhur :

Rakaat pertama: Tanda bersyukur bagi penebusan
Rakaat kedua: Tanda bersyukur karena dibukakan duka citanya dan juga anaknya
Rakaat ketiga: Tanda bersyukur dan memohin akan merendahan Allah SWT
Rakaat keempat: Tanda bersyukur karena korbannya digantikan dengan tebusan kibas

• Shalat Ashar
Manusia pertama yang mengerjakan shalat ashar ialah Nabi Yunus As. Tatkala beliau dikeluarkan Allah SWT dari perut ikan Nun. Ikan Nun telah memuntahkan Nabi Yunus di tepi pantai, ketika telah masuk watu ashar. Maka Nabi Yunus bersyukur kepada Allah lalu bersembahyang empat rakaat karena beliau telah diselamatakn oleh Allah dari 4 kegelapan.

Makna rakaat dalam shalat ashar :

Rakaat pertama: Kelam denga kesalahan
Rakaat kedua: Kelam dengan air laut
Rakaat ketiga: Kelam denagn malam
Rakaat keempat: Kelam dengan perut ikan Nun

• Shalat Maghrib
Manusi pertama yang mengerjakan shalat maghrib ialah Nabi Isa As. Yaitu ketika beliau dikeluarkan oleh Allah SWT dari kejahilan dan kebodohan kaumnya, waktu itu telah terbenamnya matahari. Bersyukurlah Nabi Isa As, lalu bersembahyang tiga rakaat karena diselamatkan dari kejahilan tersebut.

Makna rakaat dalam shalat maghrib :

Rakaat Pertama: Untuk menafikan ketuhanan selain daripada Allah yang Maha Esa
Rakaat kedua: Untuk menafikan tuduhan dan juga cacian kepada ibunya Siti Maryam yang telah dituduh melakukan perbuatan sumbang.
Rakaat ketiga: Untuk meyakinkan kaumnya bahwa Tuhan itu hanya satu yaitu Allah SWT semata-mata, tiada dua atau tiganya.

• Shalat Isya’
Manusia pertama kali mengerjakan shalat isya’ ialah Nabi Musa As. Pada saat itu, Nabi Musa tersesat mencari jalan keluar dari negeri Madya, sedang dalam dadanya penuh perasaan dukacita. Allah SWT menghilangkan semua perasaan dukacitanay itu pada waktu isya’ yang akhir. Lalu sembahyanglah Nabi Musa empat rakaat sebagai tanda bersyukur.

Makna rakaat dalam shalat isya’ :

Rakaat pertama: Tanda dukacita terhadap istrinya.
Rakaat kedua: Tanda dukacita terhadap saudaranya Nabi Harun
Rakaat ketiga: Tanda dukacita terhadap Firaun
Rakaat keempat: Tanda dukacita terhadap anak Firaun

Sejarah Tata-Cara Shalat

Sebagai kaum muslim, kita wajib melaksanakan shalat lima waktu dengan memahami kaifiyat (tata-cara) baik yang berhubungan dengan gerakan, bacaan dan jumlah rakaatnya. Kita selalu berpedoman pada hadist Rasulullah SAW, “Laksanakanlah shalat sebagaimana engkau melihat aku melaksanakannya.”

Dalam menguraikan tentang sejarah shalat, Imam Bukhari ra. dalam shahihnya menyebutkan sebuah hadist dari Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. Aisyah berkata, “Shalat diwajibkan pertama kali sebanyak dua rakaat. Demikian yang dilakukan pada shalat dalam perjalanan, dan lebih dari itu jika tidak bepergian”.

Hal ini berbeda dengan hadist yang berhubungan dengan peristiwa Isra’ Mi’raj yang menyebutkan bahwa, shalat yang diwajibkan sehari semalam adalah lima waktu-sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Katsir:

“Setelah Rasulullah SAW bertemu dangan Nabi Musa yang mengatakan bahwa umatmu tidak akan sanggup melaksanakan shalat 50 waktu sehari semalam sehingga akhirnya menjadi lima waktu setelah beberapa kali Rasulullah meminta keringanan dari Allah SWT.”

Al-Bidayah berusaha menjembatani perbedaan pandangan antara ucapan Aisyah dengan hadist tentang Isra’ Mi’raj. Ibnu Katsir mengatakan, “barangkali yang disampaikan oleh Aisyah ra adalah rakaat shalat Rasulullah sebelum terjadinya peristiwa Isra’ Mi’raj.”

Shalat yang diwajibkan kepada umat Islam berbeda dengan shalat yang diwajibkan pada kaum Ahlulkitab, Yahudi dan Nasrani.

Kaum Yahudi juga melakukan sujud kepada Allah SWT dalam shalatnya. Tetapi, sujudnya berbeda dengan sujud umat Islam. Sujud dalam shalat yang diajarkan Rasulullah adalah dengan menempelkan kening di tempat sujud. Sedangkan sujudnya kaum Yahudi dengan menempelkan pipi kirinya ke tanah, sehingga pipi kanannya menghadap ke langit dan matanya juga melirik ke langit.

Hal ini terkait dengan peristiwa yang terjadi ketika kaum Yahudi dipaksa untuk bersujud kepada Allah dengan diangkatnya Gunung Sinai di atas kepala mereka!

Hal ini untuk memaksa Bani Israil agar percaya kepada Allah SWT sebagaimana yang diserukan oleh Nabi Musa As. Namun, takkala menyaksikan gunung terangkat dan berada tepat di atas mereka, orang-orang Bani Israil gemetar ketakutan. Akibatnya mereka bersujud sambil melihat gunung Sinai yang terangkat di atas kepala mereka. Mereka bersujud sambil melirik ke arah Gunung Sinai yang terangkat. Mereka khawatir tertimpa gunung!

Semua peristiwa di atas disebutkan dalam Al-Qur’an yang artinya, “Dan ingatlah Kami memanggil janji dari kalian dan Kami angkatkan Gunung Sinai di atas kalian seraya Kami berfirman, ‘Berpegang teguhlah pada apa yang Kami berikan kepada kalian dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya, agar kalian bertaqwa.” (Q.S. Al-Baqarah 63).

Dalam satu hadist, Rasulullah SAW bersabda, “Dua kali Jibril mengimami aku di Al Bait.” Dari hadist tersebut dapat difahami bahwa kata “mengimami” dalam kalinat tersebut adalah bahwa Jibril mengajarkan kepada Nabi Muhammad SAW tentang bagaimana cara mendirikan shalat dalam Islam, dan Al Bait adalah Baitullah.

Baihaqi dan Hasan al-Bashri berkata bahwa pada hari itu di Baitulharam, malaikat Jibril mengajarkan Rasulullah SAW jumlah rakaat dan tata cara shalat. Bahwa shalat dhuhur empat rakaat, shalat asyar empat rakaat, shalat magrib tiga rakaat dengan membaca surat Al Fatihah dan ayat Al-Qur’an lainnyan dengan nyaring pada rakaat pertama dan kedua, shalat isya’ empat rakaat dengan mengeraskan suara pada dua rakaat pertama.

Setelah menguasai tata-cara ini, Rasulullah SAW lalu memanggil para sahabat dan mengajarkan cara berwudlu dan shalat. Dilanjutkan kemudian dengan melaksanakan shalat berjamaah di mana Rasulullah SAW menjadi imam shalat dengan dibimbing Malaikat Jibril, sementara para sahabat mengikuti (ma’muman) beliau.

Pelaksanaan shalat yang terdiri dari takbir, rukuk, sujud dan tasahud, sebenarnya adalah perbuatan yang tidak dikenal bangsa Arab dan bangsa lainnya. Hal ini membuat Yahya bin Afif, sahabat Abbas bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah SAW, merasa kagum dan menceritakan kisah ini:

“Pada masa jahiliyah, aku pergi ke Ka’bah dan singgah di kediaman Abbas bin Abdul Mutholib. Ketika matahari terbit aku memandangi Ka’bah. Saat itulah seorang lelaki muda (Rasulullah SAW) datang. Ia juga menatap langit lalu menghadap Ka’bah. Tak lama kemudian datanglah seorang anak kecil (Ali bin Abi Thalib) yang langsung berdiri disebelah kanan yang pertama tadi. Kemudian menyusul seorang perempuan (Khadijah bin Khuwailid) datang dan berdiri di belakang keduanya. Ketika lelaki pertama itu rukuk, anak kecil dan perempuan itu pun mengikutinya. Kemudian, lelaki muda itu berdiri lagi, kedua orang yang di belakangnay juga berdiri. Lelaki muda itu merendahkan badannya dan bersujud yang segera diikuti keduanya”.

Menyaksikan itu Yahya bin Afif heran, ia pun bertanya kepada Abbas bin Abdul Muthalib yang saat itu berdiri disampingnya, “Wahai Abbas, apa itu? Apa yang dilakuakan orang-orang itu? Apakan engkau merasa bahwa itu merupakan sesuatu yang agung?” Abbas bin Abdul Muthalib yang pada saat itu belum memeluk Islam menjawab, “Benar itu pasti sesuatu yang agung.” Wallahu a’lam.

Sejarah shalat itu sudah ada sebelum Nabi Muhammad. Dalam kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru mengisahkan tata cara para Nabi sebelum Nabi Muhammad yaitu ada yang berdiri, ruku’ dan sujud yang jika dirangkai maka seperti shalatnya umat Islam.

Sebagai seorang muslim kita wajib melaksanakan shalat lima waktu dangan memahami tata caranya, baik yang berhubungan dengan gerakan maupun bacaan dan jumlah rakaatnya. Dalam hubungannya dengan peristiwa Isra’ Mi’raj, Nabi diperintah oleh Allah untuk melaksanakan shalat lima waktu yaitu subuh, dhuhur, asyar, magrib dan isya’.
 
 
 
 
CAR,HOME DESIGN,FOREX,HOSTING,HEALTH,SEO

Tidak ada komentar:

Posting Komentar